Zaman neolithikum dimulai sekitar 12.000 tahun sebelum masehi. Periode ini membawa kebudayaan baru yang lebih maju daripada yang telah ada dahulu. Masyarakat pada zaman ini mengalami revolusi kebudayaan yang tinggi yaitu dari hidup nomaden menjadi sedenter. Mereka tinggal berkelompok dan membuat perkampungan-perkampungan dengan seorang kepala suku. Bukti kuat tentang keberadaan pemukinan masyarakat neolitikum baru ditemukan pada 4.000-2.000SM. periode ini ditandai dengan penyebaran masyarakat petani yang menetap tapi masih juga melakukan kegiatan berburu dan meramu. Mereka juga sudah mengenal sistem barter. Pembuatan alat-alat juga bukan hanya dibelah, tetapi sudah dipahat dan dibuat ukiran.
Zaman neolithikum di gunung kidul diperkirakan tidak lagi berpusat di peisir pantai, seperti zaman mesholithikum yang tinggal di goa-goa, tetapi sudah masuk ke daerah pedalaman. Pola migrasi ini tampak dari temuan fosil-fosil dari goa-goa yang semakin masuk ke pedalaman semakin muda dan beragam. Goa menjadi hunian manusia purba di Gunung Kidul selama 6.000 tahun, setelah itu mereka mulai bermigrasi kearah dataran rendah Gunung Kidul, yaitu daerah ledok wonosari dan ledok baturetno. Migrasi ke arah pedalaman ini membuat manusia purba tidak hanya mengkonsumsi kerang dan hewan-hewan laut, tetapi juga mengkonsumsi mamliah, seperti rusa dan sapi. Hal ini diperkuat dengan temuan Tim Arkeologi UGM pada ekskavasi tahun 2007.
Pada ekskavasi di Gua Braholo, kecamatan karangmojo Gunung Kidul, ditemukan 10kerangka manusia yang relative masih utuh. Disamping artefak tersebut terdapat batu serpih (flake) yang terbuat dari tulang serta mata anak panah yang terbuat dari batu. Berdasarkan cirinya kerang ini merupakan Janis ras autromelanosoid. Fosil ini diperkirakan berasal dari zaman neolithikum awal. Pada temuan peti kubur batu di sokoliman juga ditemukan fosil manusia ras Austronesia dan bekal kubur berupa manic-manik, pecahan gerabah dengan hiasanan tenun yang masih kasar. Manusia pendukung neolithikum sudah menganal pembuatan perhiasan, baik dari tanah liat mapun dari kulit kerang. Mereka juga telah mengenal budaya menenun. Benang tenun dibuat dari serat dedaunan, seperti daun gebang. Tenunan biasanya digunakan untuk menghias gerabah.
Manusia zaman neolithikum sudah mempunyai kepercayaan, yaitu animism dan totemisme. Kepercayaan totemisme, yaitu percayakan terhadap kesakralan bebrapa jenis binatang terlihat dari ditemukannya beberapa tulang binatang yang dijadikan sebagai bekal kubur, yaitu tulang babi, banteng dan rusa yang terdapat pada peti kubur di sokoliman. Animism merupakan percaya tentang keberadaan roh nenek moyang yang melindungi mereka. Sehingga pada zaman neolithikum manusia yang sudah meninggal dkuburkan dengan bekal kubur supaya mereka hidup tenang dan tidak marah dengan anak cucunya yang masih hidup.
Zaman neolithikum di gunung kidul diperkirakan tidak lagi berpusat di peisir pantai, seperti zaman mesholithikum yang tinggal di goa-goa, tetapi sudah masuk ke daerah pedalaman. Pola migrasi ini tampak dari temuan fosil-fosil dari goa-goa yang semakin masuk ke pedalaman semakin muda dan beragam. Goa menjadi hunian manusia purba di Gunung Kidul selama 6.000 tahun, setelah itu mereka mulai bermigrasi kearah dataran rendah Gunung Kidul, yaitu daerah ledok wonosari dan ledok baturetno. Migrasi ke arah pedalaman ini membuat manusia purba tidak hanya mengkonsumsi kerang dan hewan-hewan laut, tetapi juga mengkonsumsi mamliah, seperti rusa dan sapi. Hal ini diperkuat dengan temuan Tim Arkeologi UGM pada ekskavasi tahun 2007.
Pada ekskavasi di Gua Braholo, kecamatan karangmojo Gunung Kidul, ditemukan 10kerangka manusia yang relative masih utuh. Disamping artefak tersebut terdapat batu serpih (flake) yang terbuat dari tulang serta mata anak panah yang terbuat dari batu. Berdasarkan cirinya kerang ini merupakan Janis ras autromelanosoid. Fosil ini diperkirakan berasal dari zaman neolithikum awal. Pada temuan peti kubur batu di sokoliman juga ditemukan fosil manusia ras Austronesia dan bekal kubur berupa manic-manik, pecahan gerabah dengan hiasanan tenun yang masih kasar. Manusia pendukung neolithikum sudah menganal pembuatan perhiasan, baik dari tanah liat mapun dari kulit kerang. Mereka juga telah mengenal budaya menenun. Benang tenun dibuat dari serat dedaunan, seperti daun gebang. Tenunan biasanya digunakan untuk menghias gerabah.
Manusia zaman neolithikum sudah mempunyai kepercayaan, yaitu animism dan totemisme. Kepercayaan totemisme, yaitu percayakan terhadap kesakralan bebrapa jenis binatang terlihat dari ditemukannya beberapa tulang binatang yang dijadikan sebagai bekal kubur, yaitu tulang babi, banteng dan rusa yang terdapat pada peti kubur di sokoliman. Animism merupakan percaya tentang keberadaan roh nenek moyang yang melindungi mereka. Sehingga pada zaman neolithikum manusia yang sudah meninggal dkuburkan dengan bekal kubur supaya mereka hidup tenang dan tidak marah dengan anak cucunya yang masih hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar