Gunung Kidul merupakan sebuah kawasan yang terletak di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan sejak 700 ribu tahun yang lalu Gunung Kidul merupakan tempat tinggal manusia purba. Manusia purba yang tinggal di Gunung Kidul diperkirakan berasal dari daerah Pacitan, Jawa Timur. Mereka bermigrasi ke Gunung Kidul melewati lembah-lembah karst Wonogiri (Jawa Tengah) melalui Jalur Sungai Bengawan Solo Purba.
Jalur Sungai Bengawan Solo Purba yang telah mengering setelah mengalami tiga kali pengangkatan pada jutaan tahun yang lalu menjadi jalan masuk menuju kawasan Gunung Kidul. Anak-anak sungainya dijadikan jalan masuk menuju Gua-Gua hunian di daerah pedalaman.
Banyak ditemukan Gua-Gua karst yang tersebar di seluruh wilayah Gunung Kidul. Dari sekitar 460 Gua, hampir dari setengahnya pernah di huni oleh manusia purba. Hal tersebut didasari pada penemuan tulang tengkorak dan kerangka manusia yang ada di Gua Tritis dan Gua Braholo, yang terletak di kecamatan Tanjungsari, yang diperkirakan berusia 9.000 tahun.
Selain ditemukannya tulang tengkorak dan kerangka manusia purba di berbagai Gua yang ada di Gunung Kidul, di bagian muka Gua tersebut juga ditemukan fosil sisa-sisa makanan seperti kerang laut, landak laut, kura-kura laut, dan berbagai tulang binatang mamalia seperti tulang rusa dan sapi.
Dilihat dari banyaknya peninggalan yang ada di Gunung Kidul membuktikan bahwa pada saat itu Gunung Kidul merupakan daerah yang kaya akan bahan makanan, sumber air yang melimpah, dan berbagai jenis tanaman sehingga dijadikan tempat hunian oleh manusia purba. Selain itu Gua-Gua yang dijadikan tempat tinggal memberikan kenyaman dan keamanan dari ancaman yang ada di lingkungan sekitar.
Hal itu diperkuat oleh pernyataan ahli biologi yang melakukan penelitian di Gunung Kidul pada tahun 1830-an, ia menulis Gunung Kidul 200 tahun yang lalu, benar-benar Gunung Sewu ini seperti taman Firdaus. Vegetasinya serba hijau nan lebat; keindahan alamnya tidak mampu saya lukiskan dengan kata-kata; hutannya yang berisi segala macam pepohonan dan di mana-mana saya jumpai akasia berlatar belakang langit biru yang indah...(Darmaningtyas, 2002).
Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan kondisi Gunung Kidul saat ini. Gunung Kidul saat ini merupa dataran karst yang kering dan tandus. Hal tersebut terjadi karena adanya pertemuan antara lempeng australia dan eurasia karena masa jenis lempeng australia lebih berat maka lempeng eurasia menjadi terangkat ke permukaan. Dan proses tersebut mengakibatkan pengangkatan daerah perairan laut dalam yang penuh dengan terumbu karang dan koral yang lambat laun membentuk karst gunung sewu. Pengangkatan yang tidak diimbangi penggerusan oleh arus Sungai Bengawan Solo Purba tersebut menyebabkan sungai tersebut terbendung dan membuat cekungan baturetno. Dan aliran Bengawan Solo menemukan jalan keluar daerah yang lebih rendah kearah utara menuju Laut Jawa melewati jalur lipatan Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang. Proses tektonik berupa pengangkatan di Jawa bagian utara sehingga membentuk jalur lipatan tersebut diimbangi oleh daya gerus Bengawan Solo yang berlangsung sampai sekarang.
Selain itu air yang menggenangi daerah di Yogyakrata mulai surut dan berubah menjadi daratan. Sehingga air tanah yang tadinya memberikan sumber mata air di Gunung Kidul pun menurun yang mengakibatkan kawasan Gunung Kidul menjadi daerah yang kering dan tandus karena kurangnya sumber air tanah.
Sejak awal penghunian 12.000 tahun yang lalu hingga jaman modern saat ini, masyarakat Gunung Kidul agaknya tidak banyak mengalami perubahan. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sebagai kaum pengembara rupanya menjadi identitas masyarakat Gunung Kidul. Bahkan ketika alam tak lagi mendukung, daya adaptasilah yang menghasilkan kelompok manusia itu menyebar di bukit-bukit karst yang tandus.
Bakat tersebut melekat sejak kedatangan manusia pertama di Gunung Kidul, yaitu ras australomelanesid yang bermigrasi dari Pacitan (Jawa Timur), melewati lembah-lembah karst Wonogiri (Jawa Tengah) hingga mencapai pesisir pantai selatan Gunung Kidul melalui jalur Sungai Bengawan Solo Purba.
Meskipun masyarakat Gunung Kidul mampu beradaptasi dengan lingkungan yang kurang mendukung namun dewasa ini banyak masyarakatnya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang mampu menopang kehidupan mereka, hal tersebut di karenakan di Gunung Kidul masyarakatnya hanya mengandalkan perekonomian mereka melalui hasil pertanian. Hingga saat ini industri belum mampu berkembang di Gunung Kidul salah satu kendalanya adalah minimnya sarana dan prasarana serta susahnya medan pendistribusian dari kota ke daerah Gunung Kidul.
Dewasa ini pariwisata Gunung Kidul mulai di kembangkan oleh pemerintah daerah setempat. Hal tersebut dilakukan karena Gunung Kidul memiliki potensi wisata yang sangat menarik baik wisata alam, pantai maupun wisata sejarah.
Banyak pantai-pantai indah yang terdapat di Gunung Kidul antara lain, Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Sadeng, Pantai Wedi Ombo, dan masih banyak lagi pantai-pantai menarik yang ada di Gunung Kidul. Yang tentunya menjadi daya tarik daerah ini dan dapat membangun perekonomian masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Kawasan baru yang ingin di kembangkan menjadi tujuan wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul adalah wisata alam bekas muara Bengawan Solo Purba yang berada di kecamatan Girisubo. Jalur aliran Bengawan Solo pada zaman itu akhirnya tinggal jejak karena tidak ada air yang mengalirinya. Wilayah itu menjadi kaya bukit-bukit karst yang menurut beberapa peneliti semula merupakan karang yang berada di bawah laut.
Bekas jalur muara Bengawan Solo tersebut memiliki pemandangan alam yang indah sehingga akan dikembangkan menjadi objek wisata. Bekas aliran sungai tersebut saat ini menjadi objek wisata yang menarik. Wilayah tersebut menjadi jejak geologi yang berharga karena bekas aliran Bengawan Solo Purba masih tampak jelas. Pemandangan tersebut dapat dilihat di sepanjang jalan menuju Pantai Sadeng, wisatawan dapat menikmati keindahan bekas aliran sungai Bengawan Solo Purba yang berukuran raksasa.
Seperti kita ketahui bahwa kawasan Gunung Kidul merupakan daerah yang kering dan tandus. Meskipun industri pariwisata mulai dikembangkan di daerah itu namun hal tersebut belum cukup untuk membantu kehidupan masyarakat Gunung Kidul. Hal lain yang lebih berharga dari pertumbuhan ekonomi di daerah Gunung Kidul merupakan ketersediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari bagi warga sekitar.
Air merupakan sember kehidupan maka tidak berlebihan jika air merupakan kebutuhan utama bagi semua makhluk hidup begitu juga dengan masyarakat Gunung Kidul. Bahkan masyarakat Gunung Kidul lebih menyukai jaringan distribusi air dapat berkembang ke pedesaan daripada jaringan listrik. Namun dewasa ini di kawasan Gunung Kidul banyak ditemukan sungai bawah tanah yang mampu memenuhi kebutuhan air di Gunung Kidul.
Sungai bawah tanah tersebut antara lain terdapat di sistem Gua Bribin-Baron, Gua Jomblang di desa Karangasem, kecamatan Ponjong, dan diperkirakan masih banyak lagi sistem-sistem pengairan seperti itu yang bertebaran di kawasan Gunung Kidul. Dari sistem air tanah yang ada di Gua Bribin-Baron saja, ada 5.684 liter per detik. Jika saja 1 liter perdetik mampu mencukupi kebutuhan 1000 orang perhari, maka dari sistem Bribin-Baron saja cukup untuk memenuhi kebutuhan air 5 juta jiwa. (Bambang Soenarto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumber Daya Air, Bandung).
Dari beberapa gambaran tersebut tentunya dapat dilihat kondisi Gunung Kidul pada saat ini. Meskipun Gunung Kidul merupakan daerah karst yang tandus namun kawasan tersebut ternyata menyimpan sumber air tanah yang cukup banyak bila dikembangkan secara maksimal. Selain itu industri pariwisata juga mulai berkembang, tentunya hal tersebut mampu menopang perekonomian masyarakat sekitar selain mengandalkan perekonomian dari sistem pertanian. Dan semoga kehidupan masyarakat Gunung Kidul semakin maju seperti daerah lain yang ada di Yogyakarta.
Jalur Sungai Bengawan Solo Purba yang telah mengering setelah mengalami tiga kali pengangkatan pada jutaan tahun yang lalu menjadi jalan masuk menuju kawasan Gunung Kidul. Anak-anak sungainya dijadikan jalan masuk menuju Gua-Gua hunian di daerah pedalaman.
Banyak ditemukan Gua-Gua karst yang tersebar di seluruh wilayah Gunung Kidul. Dari sekitar 460 Gua, hampir dari setengahnya pernah di huni oleh manusia purba. Hal tersebut didasari pada penemuan tulang tengkorak dan kerangka manusia yang ada di Gua Tritis dan Gua Braholo, yang terletak di kecamatan Tanjungsari, yang diperkirakan berusia 9.000 tahun.
Selain ditemukannya tulang tengkorak dan kerangka manusia purba di berbagai Gua yang ada di Gunung Kidul, di bagian muka Gua tersebut juga ditemukan fosil sisa-sisa makanan seperti kerang laut, landak laut, kura-kura laut, dan berbagai tulang binatang mamalia seperti tulang rusa dan sapi.
Dilihat dari banyaknya peninggalan yang ada di Gunung Kidul membuktikan bahwa pada saat itu Gunung Kidul merupakan daerah yang kaya akan bahan makanan, sumber air yang melimpah, dan berbagai jenis tanaman sehingga dijadikan tempat hunian oleh manusia purba. Selain itu Gua-Gua yang dijadikan tempat tinggal memberikan kenyaman dan keamanan dari ancaman yang ada di lingkungan sekitar.
Hal itu diperkuat oleh pernyataan ahli biologi yang melakukan penelitian di Gunung Kidul pada tahun 1830-an, ia menulis Gunung Kidul 200 tahun yang lalu, benar-benar Gunung Sewu ini seperti taman Firdaus. Vegetasinya serba hijau nan lebat; keindahan alamnya tidak mampu saya lukiskan dengan kata-kata; hutannya yang berisi segala macam pepohonan dan di mana-mana saya jumpai akasia berlatar belakang langit biru yang indah...(Darmaningtyas, 2002).
Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan kondisi Gunung Kidul saat ini. Gunung Kidul saat ini merupa dataran karst yang kering dan tandus. Hal tersebut terjadi karena adanya pertemuan antara lempeng australia dan eurasia karena masa jenis lempeng australia lebih berat maka lempeng eurasia menjadi terangkat ke permukaan. Dan proses tersebut mengakibatkan pengangkatan daerah perairan laut dalam yang penuh dengan terumbu karang dan koral yang lambat laun membentuk karst gunung sewu. Pengangkatan yang tidak diimbangi penggerusan oleh arus Sungai Bengawan Solo Purba tersebut menyebabkan sungai tersebut terbendung dan membuat cekungan baturetno. Dan aliran Bengawan Solo menemukan jalan keluar daerah yang lebih rendah kearah utara menuju Laut Jawa melewati jalur lipatan Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang. Proses tektonik berupa pengangkatan di Jawa bagian utara sehingga membentuk jalur lipatan tersebut diimbangi oleh daya gerus Bengawan Solo yang berlangsung sampai sekarang.
Selain itu air yang menggenangi daerah di Yogyakrata mulai surut dan berubah menjadi daratan. Sehingga air tanah yang tadinya memberikan sumber mata air di Gunung Kidul pun menurun yang mengakibatkan kawasan Gunung Kidul menjadi daerah yang kering dan tandus karena kurangnya sumber air tanah.
Sejak awal penghunian 12.000 tahun yang lalu hingga jaman modern saat ini, masyarakat Gunung Kidul agaknya tidak banyak mengalami perubahan. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sebagai kaum pengembara rupanya menjadi identitas masyarakat Gunung Kidul. Bahkan ketika alam tak lagi mendukung, daya adaptasilah yang menghasilkan kelompok manusia itu menyebar di bukit-bukit karst yang tandus.
Bakat tersebut melekat sejak kedatangan manusia pertama di Gunung Kidul, yaitu ras australomelanesid yang bermigrasi dari Pacitan (Jawa Timur), melewati lembah-lembah karst Wonogiri (Jawa Tengah) hingga mencapai pesisir pantai selatan Gunung Kidul melalui jalur Sungai Bengawan Solo Purba.
Meskipun masyarakat Gunung Kidul mampu beradaptasi dengan lingkungan yang kurang mendukung namun dewasa ini banyak masyarakatnya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang mampu menopang kehidupan mereka, hal tersebut di karenakan di Gunung Kidul masyarakatnya hanya mengandalkan perekonomian mereka melalui hasil pertanian. Hingga saat ini industri belum mampu berkembang di Gunung Kidul salah satu kendalanya adalah minimnya sarana dan prasarana serta susahnya medan pendistribusian dari kota ke daerah Gunung Kidul.
Dewasa ini pariwisata Gunung Kidul mulai di kembangkan oleh pemerintah daerah setempat. Hal tersebut dilakukan karena Gunung Kidul memiliki potensi wisata yang sangat menarik baik wisata alam, pantai maupun wisata sejarah.
Banyak pantai-pantai indah yang terdapat di Gunung Kidul antara lain, Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Sadeng, Pantai Wedi Ombo, dan masih banyak lagi pantai-pantai menarik yang ada di Gunung Kidul. Yang tentunya menjadi daya tarik daerah ini dan dapat membangun perekonomian masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Kawasan baru yang ingin di kembangkan menjadi tujuan wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul adalah wisata alam bekas muara Bengawan Solo Purba yang berada di kecamatan Girisubo. Jalur aliran Bengawan Solo pada zaman itu akhirnya tinggal jejak karena tidak ada air yang mengalirinya. Wilayah itu menjadi kaya bukit-bukit karst yang menurut beberapa peneliti semula merupakan karang yang berada di bawah laut.
Bekas jalur muara Bengawan Solo tersebut memiliki pemandangan alam yang indah sehingga akan dikembangkan menjadi objek wisata. Bekas aliran sungai tersebut saat ini menjadi objek wisata yang menarik. Wilayah tersebut menjadi jejak geologi yang berharga karena bekas aliran Bengawan Solo Purba masih tampak jelas. Pemandangan tersebut dapat dilihat di sepanjang jalan menuju Pantai Sadeng, wisatawan dapat menikmati keindahan bekas aliran sungai Bengawan Solo Purba yang berukuran raksasa.
Seperti kita ketahui bahwa kawasan Gunung Kidul merupakan daerah yang kering dan tandus. Meskipun industri pariwisata mulai dikembangkan di daerah itu namun hal tersebut belum cukup untuk membantu kehidupan masyarakat Gunung Kidul. Hal lain yang lebih berharga dari pertumbuhan ekonomi di daerah Gunung Kidul merupakan ketersediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari bagi warga sekitar.
Air merupakan sember kehidupan maka tidak berlebihan jika air merupakan kebutuhan utama bagi semua makhluk hidup begitu juga dengan masyarakat Gunung Kidul. Bahkan masyarakat Gunung Kidul lebih menyukai jaringan distribusi air dapat berkembang ke pedesaan daripada jaringan listrik. Namun dewasa ini di kawasan Gunung Kidul banyak ditemukan sungai bawah tanah yang mampu memenuhi kebutuhan air di Gunung Kidul.
Sungai bawah tanah tersebut antara lain terdapat di sistem Gua Bribin-Baron, Gua Jomblang di desa Karangasem, kecamatan Ponjong, dan diperkirakan masih banyak lagi sistem-sistem pengairan seperti itu yang bertebaran di kawasan Gunung Kidul. Dari sistem air tanah yang ada di Gua Bribin-Baron saja, ada 5.684 liter per detik. Jika saja 1 liter perdetik mampu mencukupi kebutuhan 1000 orang perhari, maka dari sistem Bribin-Baron saja cukup untuk memenuhi kebutuhan air 5 juta jiwa. (Bambang Soenarto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumber Daya Air, Bandung).
Dari beberapa gambaran tersebut tentunya dapat dilihat kondisi Gunung Kidul pada saat ini. Meskipun Gunung Kidul merupakan daerah karst yang tandus namun kawasan tersebut ternyata menyimpan sumber air tanah yang cukup banyak bila dikembangkan secara maksimal. Selain itu industri pariwisata juga mulai berkembang, tentunya hal tersebut mampu menopang perekonomian masyarakat sekitar selain mengandalkan perekonomian dari sistem pertanian. Dan semoga kehidupan masyarakat Gunung Kidul semakin maju seperti daerah lain yang ada di Yogyakarta.
nice info..
BalasHapusternyata gunung kidul gg luput dari peninggalan sejarah yaa,,
:)
tambah lagi info nya gan heheheh :D
woalah yoh
BalasHapus