Telah diketahi bahwa nenek moyang persebaran manusia di Indonesia adalah ras Austronesia yang bermigrasi hinga sampai di Indonesia termasuk di kawasan Gunung Kidul. Selama berpuluh-puluh tahun petunjuk dalam penelitian persebaran manusia purba adalah fosil-fosil dan artefak-artefak yang ditinggal dalam penggembaraan mereka. Sejak 700 ribu tahun lalu Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, telah menjadi kompleks hunian manusia purba. Mereka tinggal di ceruk dan goa di wilayah perbukitan karst (kapur) ketika mayoritas daerah lain di Yogyakarta masih berupa perairan atau Zaman Interglasial (Habib Mustopo, 2006).
Kehidupan manusia pada masa prasejarah tergantung pada lingkungan dan penguasaan teknologi. Sumber-sumber subsistensi dari lingkungan ditambah dengan penguasaan teknologi pada masa itu, mengakibatkan pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Selain itu, manusia juga memanfaatkan bentukan alam untuk mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, gua dan ceruk menjadi salah satu alternatif tempat tinggal bagi manusia pada masa prasejarah (Nurani,1999).
Kawasan Gunung Kidul merupakan daerah yang bercirikan ribuan bukit karst yang menampilkan sejarah kehidupan manusia, setidaknya sejak kala Pleistosen Akhir hingga Holosen AwalBerdasarkan informasi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) diketahui bahwa telah banyak manusia purba yang menghuni ceruk atau gua di daerah karst Gunung Kidul. Lebih dari empat puluh gua atau song di Gunung Kidul di yakini pernah dihuni oleh manusia purba. Song Bentar berada di mulut sebuah ceruk di Dusun Bentar, Desa Kenteng, Kecamatan Ponjong, letaknya ada di puncak perbukitan karst. Song merupakan sebutan penduduk setempat untuk menamakan sebuah ceruk atau gua.
Song Bentar nampaknya memang pantas di jadikan sebagai tempat hunian karena sirkulasi udara yang bagus dan pencahayaannya yang redup. Didalamnya terdapat ornament alam yang indah yakni adanya stalaktit kapur yang berwarna putih menggantung di sisi atas gua. Hasil dari penggalian yang dilakukan oleh arkeolog yang melibatkan warga sekitar adalah ditemukannya beberapa fosil manusia purba dan artefak-artefak.
Setelah diteliti lebih lanjut oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta maka disimpulkan bahwa di Song Bentar terdapat fragmen tengkorak dan tulang manusia purba Homo sapiens. Setidaknya ada delapan individu, terdiri dari lima dewasa, dua anak-anak, dan satu bayi. Sedangkan artefak yang ditemuakan adalah beberapa alat batu, seperti batu giling, beliung persegi, dan mata panah pun banyak dijumpai di lokasi ini.Di Dusun Kanigoro, Desa Tambakromo, masih di Kecamatan Ponjong, terdapat hunian manusia purba lain, yaitu Song Blendrong. Di Song Blendrong di temukan tulang belulang manusia purba serta peralatan yang mereka gunakan seperti peralatan dari batu, tanduk, maupun serut dari kerang berserakan di lantai ceruk. Namun akibat dari penambangan fosfat yang dilakukan di goa ini banyak peninggalan kepurbakalaan yang rusak bahkan musnah.
Gua Seropan di Dusun Semuluh, Desa Gombang, Kecamatan Semanu. Goa dengan aliran sungai bawah tanah. Gua Seropan itu tersingkap setelah terjadi banjir besar dari sungai bawah tanah, tersingkap pula fosil manusia purba dan tulang, gigi, serta rusuk dari hewan mamalia purba. Namun sampai saat ini belum diketahui jenis mnusia purba serta mamalia apakah yang mendiami Goa Seropan karena belum diteliti lebih lanjut.
Song Tritis merupakan salah satu gua yang terdapat di wilayah Gunungkidul, tepatnya di Desa Semugih, Kecamatan Rongkop. Temuan situs Song Tritis sangat kompleks antara lain terdiri atas batu inti, serpih bilah, serut, kapak penetak, kapak perimbas, serut dari cangkang moluska, lancipan tulang, pecahan tembikar. Sebuah rangka manusia relatif utuh berciri ras Mongoloid dari individu wanita dewasa ditemukan di lapisan atas dalam posisi penguburan primer terlipat, yang menyatu dengan himpunan alat litik, alat tulang, dan pecahan-pecahan tulang monyet. Monyet merupakan hewan faforit kala itu.Endapan abu bekas perapian di bagian tengah gua setebal lebih dari 1.5 meter merupakan bukti aktivitas memasak mereka. Di lapisan bagian atas ditemukan sisa-sisa tembikar yang bercampur secara erat dengan alat-alat batu dan tulang, yang membuktikan bahwa kedua jenis alat yang terakhir tersebut tetap dipertahankan produksi dan pemakaiannya, di saat gerabah mulai muncul dan berperan dalam aktivitas sehari-hari di gua ini.
Gua broholo yang terletak di Karangmojo, Gunung Kidul juga menyimpan banyak sumber mengenai manusia purba. Di gua itu ditemukan 10 fosil manusia purb yang relative dalam keadaan utuh. Diketemukan pula alat-alat serpih atau flake, mata panah kapak batu. Dari temuan alat-alat tersebut maka para ahli menyimpulkan bahwa gua atau song tersebut dihuni pada masa Phaleolhitikum.
Pada zaman yang lebih maju lagi yaitu ada zaman megalhitikum di Dusun Sokoliman, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul terdapat situs Sokoliman. Situs ini menyimpan peninggalan pra sejarah berupa kubur batu, manik-manik serta gerabah (terakota).
Kehidupan manusia pada masa prasejarah tergantung pada lingkungan dan penguasaan teknologi. Sumber-sumber subsistensi dari lingkungan ditambah dengan penguasaan teknologi pada masa itu, mengakibatkan pola kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Selain itu, manusia juga memanfaatkan bentukan alam untuk mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, gua dan ceruk menjadi salah satu alternatif tempat tinggal bagi manusia pada masa prasejarah (Nurani,1999).
Kawasan Gunung Kidul merupakan daerah yang bercirikan ribuan bukit karst yang menampilkan sejarah kehidupan manusia, setidaknya sejak kala Pleistosen Akhir hingga Holosen AwalBerdasarkan informasi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) diketahui bahwa telah banyak manusia purba yang menghuni ceruk atau gua di daerah karst Gunung Kidul. Lebih dari empat puluh gua atau song di Gunung Kidul di yakini pernah dihuni oleh manusia purba. Song Bentar berada di mulut sebuah ceruk di Dusun Bentar, Desa Kenteng, Kecamatan Ponjong, letaknya ada di puncak perbukitan karst. Song merupakan sebutan penduduk setempat untuk menamakan sebuah ceruk atau gua.
Song Bentar nampaknya memang pantas di jadikan sebagai tempat hunian karena sirkulasi udara yang bagus dan pencahayaannya yang redup. Didalamnya terdapat ornament alam yang indah yakni adanya stalaktit kapur yang berwarna putih menggantung di sisi atas gua. Hasil dari penggalian yang dilakukan oleh arkeolog yang melibatkan warga sekitar adalah ditemukannya beberapa fosil manusia purba dan artefak-artefak.
Setelah diteliti lebih lanjut oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta maka disimpulkan bahwa di Song Bentar terdapat fragmen tengkorak dan tulang manusia purba Homo sapiens. Setidaknya ada delapan individu, terdiri dari lima dewasa, dua anak-anak, dan satu bayi. Sedangkan artefak yang ditemuakan adalah beberapa alat batu, seperti batu giling, beliung persegi, dan mata panah pun banyak dijumpai di lokasi ini.Di Dusun Kanigoro, Desa Tambakromo, masih di Kecamatan Ponjong, terdapat hunian manusia purba lain, yaitu Song Blendrong. Di Song Blendrong di temukan tulang belulang manusia purba serta peralatan yang mereka gunakan seperti peralatan dari batu, tanduk, maupun serut dari kerang berserakan di lantai ceruk. Namun akibat dari penambangan fosfat yang dilakukan di goa ini banyak peninggalan kepurbakalaan yang rusak bahkan musnah.
Gua Seropan di Dusun Semuluh, Desa Gombang, Kecamatan Semanu. Goa dengan aliran sungai bawah tanah. Gua Seropan itu tersingkap setelah terjadi banjir besar dari sungai bawah tanah, tersingkap pula fosil manusia purba dan tulang, gigi, serta rusuk dari hewan mamalia purba. Namun sampai saat ini belum diketahui jenis mnusia purba serta mamalia apakah yang mendiami Goa Seropan karena belum diteliti lebih lanjut.
Song Tritis merupakan salah satu gua yang terdapat di wilayah Gunungkidul, tepatnya di Desa Semugih, Kecamatan Rongkop. Temuan situs Song Tritis sangat kompleks antara lain terdiri atas batu inti, serpih bilah, serut, kapak penetak, kapak perimbas, serut dari cangkang moluska, lancipan tulang, pecahan tembikar. Sebuah rangka manusia relatif utuh berciri ras Mongoloid dari individu wanita dewasa ditemukan di lapisan atas dalam posisi penguburan primer terlipat, yang menyatu dengan himpunan alat litik, alat tulang, dan pecahan-pecahan tulang monyet. Monyet merupakan hewan faforit kala itu.Endapan abu bekas perapian di bagian tengah gua setebal lebih dari 1.5 meter merupakan bukti aktivitas memasak mereka. Di lapisan bagian atas ditemukan sisa-sisa tembikar yang bercampur secara erat dengan alat-alat batu dan tulang, yang membuktikan bahwa kedua jenis alat yang terakhir tersebut tetap dipertahankan produksi dan pemakaiannya, di saat gerabah mulai muncul dan berperan dalam aktivitas sehari-hari di gua ini.
Gua broholo yang terletak di Karangmojo, Gunung Kidul juga menyimpan banyak sumber mengenai manusia purba. Di gua itu ditemukan 10 fosil manusia purb yang relative dalam keadaan utuh. Diketemukan pula alat-alat serpih atau flake, mata panah kapak batu. Dari temuan alat-alat tersebut maka para ahli menyimpulkan bahwa gua atau song tersebut dihuni pada masa Phaleolhitikum.
Pada zaman yang lebih maju lagi yaitu ada zaman megalhitikum di Dusun Sokoliman, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul terdapat situs Sokoliman. Situs ini menyimpan peninggalan pra sejarah berupa kubur batu, manik-manik serta gerabah (terakota).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar